Mengarungi Jeram Sungai Ayung Terpanjang di Bali
Rafting atau biasa disebut arung jeram (bukan arum jeram lho ya…) adalah olahraga arus deras yang merupakan salah satu aktivitas berbahaya. Ada sensasi kenikmatan tersendiri saat mengarungi jeram di sungai. Ibarat naik wahana di Dufan tapi gak ada jaminan 100% untuk bisa selamat. Hihihi…Meskipun begitu, tentunya ada teknik dan peralatan khusus untuk mengurangi resiko tersebut.
Terakhir kali saya rafting adalah tahun 2018 sama temen-temen kantor di sungai Citarik Sukabumi. Kali ini saya mendapat kesempatan rafting di Bali, tepatnya di Sungai Ayung Ubud. Untuk operatornya kami menggunakan Ayung Dewata Rafting. Dari reviewnya sih cukup bagus sekali dan sebagian besar tamunya adalah turis asing. Maka tak heran kalo harganya terbilang cukup mahal bagi saya.
Jet istriku bersikeras pengen ikutan rafting, nah kalo dia ikut nanti siapa yang jaga Saga. Walhasil setelah Saga tertidur, kami minta tolong salah satu panitianya untuk jagain di mobil. Setelah yakin, akhirnya kami tinggal ke sungai. Ketentuannya, peserta yang ikut minimal berusia 6 tahun. Tak harus bisa berenang, yang penting sehat jasmani dan rohani.
Untuk menuju sungai, dari basecamp Ayung Dewata ditempuh sekitar 15 menit naik mobil bak terbuka. Setelah sampai, kita masih harus melewati pematang sawah yang hijau dan turun tebing melewati tangga berbatu di dalam hutan.
Ini tipsnya, jadi sebelum melewati sawah, alangkah lebih baik pemanasan terlebih dahulu. Pemanasan yang bener supaya kakinya gak kaget. Soalnya saya sendiri betis kanannya langsung lemes saat menuruni tangga yang sangat panjang itu. Padahal itu belum mulai mengarungi sungai lho.
Di titik awal start terdapat shelter untuk memompa perahu karet. Awalnya saya sempat ragu karena ini sedang musim hujan, takutnya kejadian seperti yang dialami anak-anak Pramuka di Sleman beberapa waktu lalu. Terlebih lagi airnya berwarna coklat dan biasanya ini membawa endapan material dari hulu.
Dari seberang sungai saya memperhatikan, ternyata ada indikator kedalaman air. Saat itu permukaannya menyentuh warna hijau yang artinya sungai aman diarungi. Sedangkan jika warna merah berarti debit air sedang tinggi dan sangat berbahaya. Ketika mulai mengarungi sungai pun begitu, beberapa kali dayung saya menyentuh dasarnya yang berupa pasir. Ini berarti sungainya dangkal, dan ternyata kata pemandunya memang demikian, tapi ada di beberapa titik yang kedalamannya mencapai 3 meter.
Sungai Ayung adalah sungai terpanjang di Bali, yang panjangnya mencapai 68,5km. Arusnya mengalir dari Gunung Agung hingga bermuara di Selat Badung di Sanur. Secara rintangan, jeramnya masuk kategori Grade II-III jadi sangat aman buat pemula, tentunya harus didampingi skipper professional dan melihat kondisi alamnya.
Tak jauh dari tempat start, kita akan melewati bebatuan yang terdapat pahatan cerita Ramayana di dinding sungai sebelah kiri. Sayangnya hal yang bagus itu tidak sempat saya foto.
Di aktivitas rafting ini, selain menguras tenaga juga menguras suara. Pasti setiap melewati jeram, para rafter akan teriak meluapkan emosinya.
“Mana inihh Tim Pantai ? Gak ada kabarnya. Seruan kita dong Tim Gunung Rafting di sini” canda Densu pada yang lainnya.
Jadi tim petualangan bersama Mitsubishi dibagi menjadi beberapa tim, yaitu Kota, Rally, Pantai, dan Gunung. Untuk Tim Pantai didampingi Nicholas Saputra, sedangkan Tim Gunung oleh Densu, dan kebetulan saya berada di Tim Gunung.
Gak salah emang si Densu berada di Tim Gunung. Ternyata orangnya emang gokil, suka teriak-teriak kayak di MTMA, dan pastinya emang iseng. Hal itu terlihat dari beberapa kali dia berusaha mendorong Kenny supaya jatuh dari perahu.
Memang benar ya, keseruan itu kita yang bikin. Sepanjang perjalanan mengarungi sungai, gak ada habisnya keseruan yang dibuat, apalagi saat melewati jeram dan beberapa air terjun kecil. Ternyata, salah satu daya tariknya arung jeram di Sungai Ayung adanya air terjun. Di sini kita bisa berhenti sejenak untuk menikmati jatuhnya air dari atas. Lumayan punggungnya kayak dipijet. Selain itu, kontur tebing di kanan kiri yang indah dan adanya burung-burung terbang di permukaan menjadi hiburan tambahan. Beda banget ya kondisinya di beberapa sungai di Jawa Tengah yang biasa dijadikan lokasi arung jeram. Di sana kita akan melihat warga nongkrong di pinggir sambil mengeluarkan sesuatu dari pantatnya :D
Waktu pengarungan sungai sekitar 2,5 jam, dan kami mengambil jalur yang 12 km. Sekali lagi kita berhenti sejenak di rest area untuk istirahat sambal meminum kelapa muda. Di sini terdapat warung kecil yang menyediakan berbagai minuman.
Dalam arung jeram, kita harus lebih fokus melihat potensi bahaya di depan. Dengarkan perintah skipper, apakah dayung atau berhenti. Kalaupun dayung, gerakannya harus kompak menyesuaikan posisi yang paling depan agar tidak bentrok dayungnya. Begitu juga saat perahu nyangkut di batuan, kita harus siap-siap pindah posisi untuk menggoyang-goyangkan perahu.
Salah satu yang spesial dari sungai Ayung adalah adanya perosotan menjelang garis finish. Perosotan ini memang buatan dan digunakan untuk kepentingan saluran Daerah Aliran Sungai. Sebelum melewatinya, skipper atau pemandunya akan menyuruh kita untuk mendayung dan mengarahkannya ke sebelah kiri, jalur yang lebih sempit. Sebabnya di sebelah kanan terlalu berbahaya dan sangat curam, kalau lewat situ pasti perahunya terbalik, jadi sangat beresiko bawa wisatawan.
Tak lama dari perosotan tersebut akhirnya sampai juga di garis finish. Ternyata tantangan terakhir ada di sini, yaitu kita masih harus menaiki anak tangga yang terjal dan panjang lagi untuk bisa sampai mobil penjemputan. Di sini betis dan paha akan lebih “terasa” kencang dari biasanya. Oh iya, selama melewati area ini gak boleh berisik, karena merupakan area penginapan dan ada puranya.
Dari lokasi penjemputan menuju basecamp Ayung Dewata ditempuh sekitar 10 menit. Sesampainya lokasi, Jet langsung mencari Saga karena khawatir. Tepat dugaan saya, Saga udah bangun dan nangis sesenggukkan, soalnya dia mulai takut sama orang asing yang belum dikenalnya. Untung aja di Ayung Dewata ini dia digendong oleh ibu pegawainya. Saya pun jadi gak enak, gara-gara bajunya si ibu jadi kotor kena liurnya Saga.
Selepas pengarungan, di sini disediakan teh dan kopi hangat. Bagi yang ingin bilas, disediakan handuk hangat, dan ternyata wangi lhoo…baru dibuka dari laundry-nya. Di tempat bilasnya sendiri sudah tersedia sabun dan shampo cair, dan asiknya lagi di sini bisa pakai air hangat. Lumayan bisa mengendurkan urat yang tegang tadi.
Menjelang garis finish tadi, ada tim yang mendokumentasikan. Kita bisa milih untuk dicetak atau soft file nya aja, tapi dengan biaya tambahan di luar paket yang ada. Selama di sini pelayanannya bagus banget, orangnya ramah dan fasilitasnya pun memadai, sesuailah dengan budget yang di keluarkan.
Tips bermain arung jeram :
Terakhir kali saya rafting adalah tahun 2018 sama temen-temen kantor di sungai Citarik Sukabumi. Kali ini saya mendapat kesempatan rafting di Bali, tepatnya di Sungai Ayung Ubud. Untuk operatornya kami menggunakan Ayung Dewata Rafting. Dari reviewnya sih cukup bagus sekali dan sebagian besar tamunya adalah turis asing. Maka tak heran kalo harganya terbilang cukup mahal bagi saya.
Jet istriku bersikeras pengen ikutan rafting, nah kalo dia ikut nanti siapa yang jaga Saga. Walhasil setelah Saga tertidur, kami minta tolong salah satu panitianya untuk jagain di mobil. Setelah yakin, akhirnya kami tinggal ke sungai. Ketentuannya, peserta yang ikut minimal berusia 6 tahun. Tak harus bisa berenang, yang penting sehat jasmani dan rohani.
Untuk menuju sungai, dari basecamp Ayung Dewata ditempuh sekitar 15 menit naik mobil bak terbuka. Setelah sampai, kita masih harus melewati pematang sawah yang hijau dan turun tebing melewati tangga berbatu di dalam hutan.
Melewati hutan dengan jalur menurun. |
Di titik awal start terdapat shelter untuk memompa perahu karet. Awalnya saya sempat ragu karena ini sedang musim hujan, takutnya kejadian seperti yang dialami anak-anak Pramuka di Sleman beberapa waktu lalu. Terlebih lagi airnya berwarna coklat dan biasanya ini membawa endapan material dari hulu.
Pengarungan dimulai dari sini. |
Dari seberang sungai saya memperhatikan, ternyata ada indikator kedalaman air. Saat itu permukaannya menyentuh warna hijau yang artinya sungai aman diarungi. Sedangkan jika warna merah berarti debit air sedang tinggi dan sangat berbahaya. Ketika mulai mengarungi sungai pun begitu, beberapa kali dayung saya menyentuh dasarnya yang berupa pasir. Ini berarti sungainya dangkal, dan ternyata kata pemandunya memang demikian, tapi ada di beberapa titik yang kedalamannya mencapai 3 meter.
Sungai Ayung adalah sungai terpanjang di Bali, yang panjangnya mencapai 68,5km. Arusnya mengalir dari Gunung Agung hingga bermuara di Selat Badung di Sanur. Secara rintangan, jeramnya masuk kategori Grade II-III jadi sangat aman buat pemula, tentunya harus didampingi skipper professional dan melihat kondisi alamnya.
Tak jauh dari tempat start, kita akan melewati bebatuan yang terdapat pahatan cerita Ramayana di dinding sungai sebelah kiri. Sayangnya hal yang bagus itu tidak sempat saya foto.
Di aktivitas rafting ini, selain menguras tenaga juga menguras suara. Pasti setiap melewati jeram, para rafter akan teriak meluapkan emosinya.
“Mana inihh Tim Pantai ? Gak ada kabarnya. Seruan kita dong Tim Gunung Rafting di sini” canda Densu pada yang lainnya.
Jadi tim petualangan bersama Mitsubishi dibagi menjadi beberapa tim, yaitu Kota, Rally, Pantai, dan Gunung. Untuk Tim Pantai didampingi Nicholas Saputra, sedangkan Tim Gunung oleh Densu, dan kebetulan saya berada di Tim Gunung.
Gak salah emang si Densu berada di Tim Gunung. Ternyata orangnya emang gokil, suka teriak-teriak kayak di MTMA, dan pastinya emang iseng. Hal itu terlihat dari beberapa kali dia berusaha mendorong Kenny supaya jatuh dari perahu.
Air terjun kecil sungai Ayung |
Memang benar ya, keseruan itu kita yang bikin. Sepanjang perjalanan mengarungi sungai, gak ada habisnya keseruan yang dibuat, apalagi saat melewati jeram dan beberapa air terjun kecil. Ternyata, salah satu daya tariknya arung jeram di Sungai Ayung adanya air terjun. Di sini kita bisa berhenti sejenak untuk menikmati jatuhnya air dari atas. Lumayan punggungnya kayak dipijet. Selain itu, kontur tebing di kanan kiri yang indah dan adanya burung-burung terbang di permukaan menjadi hiburan tambahan. Beda banget ya kondisinya di beberapa sungai di Jawa Tengah yang biasa dijadikan lokasi arung jeram. Di sana kita akan melihat warga nongkrong di pinggir sambil mengeluarkan sesuatu dari pantatnya :D
Waktu pengarungan sungai sekitar 2,5 jam, dan kami mengambil jalur yang 12 km. Sekali lagi kita berhenti sejenak di rest area untuk istirahat sambal meminum kelapa muda. Di sini terdapat warung kecil yang menyediakan berbagai minuman.
Dalam arung jeram, kita harus lebih fokus melihat potensi bahaya di depan. Dengarkan perintah skipper, apakah dayung atau berhenti. Kalaupun dayung, gerakannya harus kompak menyesuaikan posisi yang paling depan agar tidak bentrok dayungnya. Begitu juga saat perahu nyangkut di batuan, kita harus siap-siap pindah posisi untuk menggoyang-goyangkan perahu.
Salah satu yang spesial dari sungai Ayung adalah adanya perosotan menjelang garis finish. Perosotan ini memang buatan dan digunakan untuk kepentingan saluran Daerah Aliran Sungai. Sebelum melewatinya, skipper atau pemandunya akan menyuruh kita untuk mendayung dan mengarahkannya ke sebelah kiri, jalur yang lebih sempit. Sebabnya di sebelah kanan terlalu berbahaya dan sangat curam, kalau lewat situ pasti perahunya terbalik, jadi sangat beresiko bawa wisatawan.
Tak lama dari perosotan tersebut akhirnya sampai juga di garis finish. Ternyata tantangan terakhir ada di sini, yaitu kita masih harus menaiki anak tangga yang terjal dan panjang lagi untuk bisa sampai mobil penjemputan. Di sini betis dan paha akan lebih “terasa” kencang dari biasanya. Oh iya, selama melewati area ini gak boleh berisik, karena merupakan area penginapan dan ada puranya.
Dari lokasi penjemputan menuju basecamp Ayung Dewata ditempuh sekitar 10 menit. Sesampainya lokasi, Jet langsung mencari Saga karena khawatir. Tepat dugaan saya, Saga udah bangun dan nangis sesenggukkan, soalnya dia mulai takut sama orang asing yang belum dikenalnya. Untung aja di Ayung Dewata ini dia digendong oleh ibu pegawainya. Saya pun jadi gak enak, gara-gara bajunya si ibu jadi kotor kena liurnya Saga.
Selepas pengarungan, di sini disediakan teh dan kopi hangat. Bagi yang ingin bilas, disediakan handuk hangat, dan ternyata wangi lhoo…baru dibuka dari laundry-nya. Di tempat bilasnya sendiri sudah tersedia sabun dan shampo cair, dan asiknya lagi di sini bisa pakai air hangat. Lumayan bisa mengendurkan urat yang tegang tadi.
Menjelang garis finish tadi, ada tim yang mendokumentasikan. Kita bisa milih untuk dicetak atau soft file nya aja, tapi dengan biaya tambahan di luar paket yang ada. Selama di sini pelayanannya bagus banget, orangnya ramah dan fasilitasnya pun memadai, sesuailah dengan budget yang di keluarkan.
Tips bermain arung jeram :
- Bawalah pakaian ganti, dan gunakanlah pakaian yang nyaman, tidak longgar. Jangan mengenakan pakaian berbahan jeans, soalnya bisa lecet nganunya.
- Sebelum melakukan pengarungan, wajib melakukan pemanasan dan berdoa terlebih dahulu.
- Dengarkanlah instruksi dari skipper atau pemandunya.
- Jika terjatuh dari perahu, jangan panik. Segera posisikan badan lurus mengikuti arus sungai. Usahakan tetap memegang dayung untuk membantu menarik atau melakukan tolakan pada batu.
- Kalau bisa, gunakanlah sandal gunung, atau sandal yang gak mudah lepas kalau hanyut.
- Jika membawa kamera, pastikan tahan air dan memiliki tali pengaman supaya saat tercebur bisa tetap terikat pada tangan. Jika membawa dompet atau ponsel, masukkanlah ke dalam dry bag.
- Boleh teriak saat melewati jeram, namun jaga perkataannya.
Main arung jeramnya seru tapi nggak tenang gara2 kepikiran Saga 😩
ReplyDeleteWooo....tau gitu gak usah ikut aja.
Deletebang cara buat blog seperti ini gmn ya btw bagus banget rapihh
ReplyDeleteMakasih. Untuk tampilannya bisa pake yang gratisan ataupun berbayar mas. Tinggal layoutnya disusun sendiri di menunya.
Delete