Tren pendakian gunung di Indonesia menjadi booming pada tahun 2013. Salah satu penyebabnya adalah karena popularitas film yang bertemakan pendakian gunung dan juga tayangan tentang traveling di televisi maupun youtube. Seiring peningkatan jumlah pendaki gunung tidak dibarengi dengan kesadaran akan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Orang-orang berbondong-bondong naik ke gunung hanya untuk mencari stok foto untuk keperluan sosial media saja. Salah satu kerusakan yang terjadi itu ada di gunung Lawu. Sampah-sampah semakin banyak tak terkendali di tiap sudutnya, dimana orang nge-camp, di situ pasti ada tumpukan sampah.

Gunung Lawu yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur bagi saya sudah seperti rumah sendiri. Bagaimana tidak, sejak tahun 2007 saya telah mendedikasikan diri untuk bergabung sebagai relawan peduli lingkungan di sini, dengan berkonsentrasi juga di bidang kemanusiaan. Dari situlah semakin timbul rasa memiliki dan tanggungjawabnya terhadap gunung ini. Hampir tiap akhir pekan saya menyambangi posko Cemoro Kandang untuk melayani pendaki yang akan registrasi serta membantu jika ada pendaki yang sedang dalam keadaan darurat di atas.

Berdiri menjulang hingga 3265 mdpl, Gunung Lawu memiliki berbagai keanekaragaman hayati, yang paling khas yaitu adanya bunga Edelweiss yang berwarna pink dan juga ungu. Selain itu, hutan Lawu merupakan habitat dari Macan Tutul Jawa (Panthera Pardus) yang masih terjaga.



Salah satu masalah yang ditimbulkan oleh para pendaki adalah sampah dan vandalisme. Kadang saya memutar otak bagaimana mereka bisa sadar untuk membawa turun kembali sampahnya. Suatu ketika terbesit saja untuk mengenakan pakaian Gatot Kaca dan juga Wiro Sableng saat perayaan upacara 17 Agustus di Gunung Lawu. Dengan mengenakan kostum tersebut, saya melakukan kampanye lingkungan sambil memungut sampah sepanjang jalur agar lebih didengar oleh para pendaki. Ternyata apa yang kami lakukan cukup didengar oleh mereka dan mau bertindak dengan memungut sampah-sampah lain yang berserakan.




Setelah dirasa cukup efektif, akhirnya pada tahun berikutnya setelah upacara 17 Agustus di dekat puncak Gunung Lawu, saya melakukan hal serupa. Namun bedanya kostum yang digunakan adalah Si Buta Dari Goa Hantu. Tujuan dari mengenakan kostum tersebut salah satunya adalah untuk melestarikan tokoh-tokoh superhero asli Indonesia dan diharapkan bisa memberikan edukasi bagi masyarakat pada umumnya. Satu hal yang spesial adalah kostum ini buatan saya sendiri. Yapp…sebulan sebelumnya saya dengan susah payah bikin kostum Si Buta Dari Goa Hantu, soalnya memang gak ada yang menyewakan kostum seperti ini.



Memang, kampanye yang saya lakukan tersebut merupakan rencana jangka pendek karena nggak bisa dilakukan setiap hari. Sebagai gantinya, untuk jangka panjang, setiap hari sebelum mendaki, para pendaki akan dihimbau jika kedapatan tidak membawa sampahnya turun kembali, maka akan diberi hukuman berupa push up dan denda, begitu juga yang kedapatan memetik atau membawa bunga edelweiss. Hal ini sangat perlu dilakukan, mengingat kondisi bumi yang semakin rusak ini.

Tak hanya penindakan, pencegahan pun juga harus dilakukan. Memang benar, manusia adalah makhluk yang paling kejam dan serakah, semua akan dilakukan demi uang. Padahal, pada kenyataannya manusia tidak bisa lepas ketergantungannya terhadap hutan dan segala isinya. Karena kita ditakdirkan saling melengkapi satu sama lain.

Bahaya Longsor


Di lereng Lawu sendiri juga rawan terjadinya longsor, salah satu upaya untuk mengurangi resikonya adalah melakukan reboisasi. Ternyata untuk melakukan penanaman pohon di hutan gak boleh sembarangan. Ada ketentuannya pohon apa aja yang boleh ditanam di situ dan cocok dengan ketinggiannya. Karena kalau sampai salah, pohon tersebut bisa mengganggu ekosistem dan mempengaruhi panganan satwa-satwa tersebut. Maka dari itu, saya pun harus berkoordinasi dengan pihak Perhutani. Karena pernah terjadi turunnya satwa-satwa seperti monyet ke permukiman, akibat berkurangnya makanan di hutan, dan ini sangat membuat resah warga sekitar.




Dampak terparah yang ditimbulkan akibat longsor adalah kehilangan nyawa yang gak mungkin dikembalikan lagi. Kalau soal kerusakan atau kerugian harta benda sih masih bisa mendapatkan ganti rugi dari fasilitas Asuransi Umum seperti MSIG. Semua bisa tercover dengan baik. Itulah pentingnya asuransi dalam kehidupan sehari-hari, kita nggak pernah tau apa yang akan terjadi nanti.


MSIG Protection

Bicara soal kelangsungan hidup, bumi yang kita pijak ini telah memberikan segalanya pada manusia. Jadi, jangan tanyakan apa yang bumi berikan pada kita, tapi apa yang telah kita berikan pada bumi sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Di usia bumi yang semakin senja ini, seharusnya kita semakin peka terhadap permasalahan yang terjadi pada bumi ini. Kita harus bisa memulai aksi yang ramah lingkungan mulai dari diri sendiri, lalu ajaklah ke komunitas atau kantor tempat kamu bekerja. Hal itu sama seperti apa yang dilakukan perusahaan Asuransi MSIG Indonesia yang mempunyai program Protecting Biodiversity For Sustainable Future atau melindungi keanekaragaman hayati yang berkesinambungan. Program tersebut sejalan dengan komitmen Grup global MSIG yang mendukung Sustainable Development Goals yang dicanangkan oleh PBB.

Penerapan gaya hidup ramah lingkungan itu bisa dimulai dari lingkungan sendiri, dan caranya juga sangat mudah kok, nggak ribet. Yang penting ada kesadaran dan kemauan untuk menyelamatkan bumi ini. Kita sebagai manusia yang diberi akal pikiran harusnya bisa melakukan tindakan dalam pelestarian lingkungan, karena ini demi generasi mendatang untuk masa depan yang lebih baik lagi. Jangan sampai terlambat. Karena nantinya manusia akan menyadari bahwa kita tidak bisa makan uang.#MSIGCintaBumi