Yeaay...
Akhirnya jadi juga menjelajahi gunung dengan jalur terpuuuanjang di pulau Jawa, yaitu Agopuro. Kali ini saya berangkat bersama Cozmeed dengan acara yang bertajuk Eat, Sleep, Hike #2 yang diadakan tanggal 26-30 November 2014.
Hari 1
Pada hari pertama penjemputan peserta dilakukan di tiga titik di
Surabaya, yaitu Stasiun Gubeng, Terminal Bungurasih, dan Bandara Juanda.
Setelah penjemputan, semua peserta berkumpul di Cartenz Store Surabaya
untuk beristirahat sejenak, dan bersiap-siap menuju Bremi di Kab.
Probolinggo menggunakan 2 buah mini bus.
Sampai di basecamp Bremi, agenda selanjutnya adalah makan malam,
ramah tamah dan briefing mengenai jalur dan pos-pos yang akan dilewati. Sengaja kita memilih mendaki melalui jalur Bremi agar bisa lebih cepat sampai terlebih dahulu di Danau Taman Hidup.
Hari 2 : Start Pendakian
Pada
keesokan harinya 27/11/2014, semua peserta mempersiapkan diri untuk
memulai pendakian. Pagi itu cuaca sangat cerah, namun sesaat setelah
makan siang, hujan turun dengan derasnya, yang membuat “pesta” siang itu
menjadi bubar.
Sekitar pukul 15.30 semua peserta telah sampai di
Danau Taman Hidup dan langsung mendirikan tenda. Sore pun berganti
malam, para peserta saling bercengkrama di masing-masing tenda. Pada
pukul 22.00, sesaat semuanya mulai tidur, tiba-tiba kami dikejutkan oleh
suara keras. Awalnya semua mengira ada babi hutan yang menyerang tenda,
ternyata itu adalah suara batang pohon besar yang patah karena rapuh dan
menimpa jemuran. Sedihnya lagi, batang pohon besar itu menimpa tenda yang saya tempati. Untung saja saya gak terkena hantamannya.
Setelah
kejadian itu, saya dan teman-teman yang mendirikan tenda dekat pohon langsung mengungsi ke
tenda lainnya. Mungkin ini peringatan kalau kami tidak boleh berisik saat malam-malam :)
Saat camp di Taman Hidup sebaiknya tidak terlalu dekat dengan danau, karena dikhawatirkan akan meluap airnya, dan juga bersinggungan dengan satwa yang ingin minum.
Hari 3 : Target Camp Cisentor
Pagi hari tiba (28/11/2014), waktunya melanjutkan
perjalanan ke camp berikutnya, yaitu Cisentor. Setelah meninggalkan
Taman Hidup dan memasuki hutan lumut kami sempat disorientasi medan,
karena jalurnya banyak sekali, dan tidak ada petunjuk yang jelas. Maka
dari itu semua peserta kembali ke tepi Taman Hidup, sementara tim leader
mencari petunjuk jalur yang benar.
Empat puluh menit berlalu,
jalur yang benar sudah ditemukan. Akhirnya kita melanjutkan perjalanan
ke Cisentor dengan melewati hutan lumut basah dengan kontur punggungan
bukit. Perjalanan sempat terhenti karena hujan deras, untuk itu kami
memutuskan untuk istirahat sejenak di Cemoro Limo.
Waktu tempuh
dari Taman Hidup ke Cisentor sekitar 8-9 jam, dengan melewati jalur yang
berbukit-bukit yang menguras banyak tenaga. Menjelang gelap, para
peserta sudah kewalahan dengan staminanya, karena pos Cisentor yang
dituju tidak kunjung ditemukan. Pada perjalanan ini para peserta
terpisah menjadi 3 kloter.
Jam hampir menunjukkan pukul 21.00 WIB,
dan perjalanan sudah sekitar 10 jam yang mengharuskan kita untuk
berhenti dan mendirikan tenda meskipun tempat tujuan belum tercapai.
Setelah menemukan sabana kecil, kami memutuskan untuk nge-camp di sini,
karena kondisi fisik dan mental yang kurang memungkinkan dan dapat
berakibat fatal bagi masing-masing peserta, karena sudah 2 hari dihajar
hujan selama perjalanan.
Hari 4 : Puncak
Keesokan harinya 29/11/2014, perjalanan
dilanjutkan menuju Cisentor dan ternyata letaknya tidak begitu jauh dari
tempat kami camp semalam. Saat sampai Cisentor, semua peserta mengisi
air minum di sungai kecil, karena persediaan air saat camp semalam sudah
habis. Di pos ini terdapat shelter kecil dan ada tempat datar yang
cukup memuat sekitar 6 tenda.
Sesuai rencana sebelumnya, dari
Cisentor perjalanan dilanjutkan menuju puncak. Untuk itu semua tas
carrier ditinggalkan di sini, dan beberapa peserta pun ada yang tidak
ikut ke puncak dikarenakan kondisi fisik yang kurang memungkinkan.
Dari
Cisentor menuju puncak Rengganis dapat ditempuh sekitar 3 jam, dengan
melewati berbagai lembah dan bukit. Sebelum puncak, kami beristirahat di
Rawa Embik, yaitu sebuah tempat datar yang biasa buat camp karena
terdapat aliran air.
Sebelum sampai ke puncak kita menemukan
pertigaan di sebuah sabana. Tidak ada pentunjuk yang jelas, tapi kami
menemukan secarik kertas berwarna kuning yang menunjukkan arah puncak
Rengganis sebelah kiri dan puncak Argopuro sebelah kanan.
Karena akses yang lebih dekat dan mudah, kami memutuskan untuk naik
ke puncak Rengganis terlebih dahulu. Di puncak Rengganis ini terdapat
batuan seperti pondasi dan pintu gerbang yang konon merupakan
peninggalan dari Dewi Rengganis.
Di bawah puncak terdapat susunan
batu-batu seperti makam. Mungkin tempat ini dulunya bekas kawah aktif,
karena terdapat bau belerang dan batuan berwarna putih. Setelah sampai
puncak, para peserta berfoto-foto sejenak, kemudian mereka semua turun
ke pertigaan dan melanjutkan ke puncak Argopuro (3088 mdpl) yang
merupakan tempat tertingginya.
Di puncak Argopuro jalurnya lebih terjal daripada puncak Rengganis,
dan pemandangan di sekelilingnya tidak begitu terlihat karena puncaknya
tertutup oleh pepohonan. Meskipun begitu, ada rasa bangga bisa berhasil
menapaki sampai puncak ini.
Setelah puas berfoto-foto di puncak,
kami memutuskan untuk turun ke Cisentor lagi, karena cuaca sudah mulai
berkabut dan diiringi dengan hujan gerimis. Sesampainya di Cisentor,
rekan-rekan yang tidak ikut ke puncak telah menyiapkan makanan dan
minuman hangat, karena saat ke puncak tadi, kami belum sempat makan
siang.
Hari sudah mulai sore, perjalanan pun kami lanjutkan
kembali menuju camp selanjutnya yaitu Cikasur. Untuk menuju Cikasur
dapat ditempuh sekitar 3 jam perjalanan dengan melewati bukit dan sabana
yang panjang. Dalam perjalanan yang gelap dan sempit, hujan deras pun
mengguyur kami sepanjang perjalanan. Rasa dingin dan berat karena barang
bawaan menjadi lebih berat akibat air hujan terus menghantui kami.
Belum lagi kilatan petir yang menyambar ke sana kemari.
Sepanjang perjalanan nyaris tidak ada percakapan dari kami karena berkonsentrasi dan saling berdoa dalam hati agar diberi kekuatan dan keselamatan, mengingat kondisi fisik dan mental para peserta semakin melemah karena diguyur hujan diiringi dengan suara petir yang menggelegar.
Sabana demi sabana kami lewati dengan menggigil kedinginan karena basah kuyup. Kala itu hujan sedang deras-derasnya, sehingga seperti percuma saja menggunakan jas hujan.
Sekitar
pukul 20.00, seluruh peserta telah sampai Cikasur. Beruntung ada sebuah
bangunan dengan beratapkan seng yang dapat kami gunakan untuk berlindung
dari air hujan. Beruntung sekali ada shelter kosong yang dapat menampung semua peserta. Bayangin aja kalau tidak ada shelter itu, semua stok pakaian bakal basah kuyup.
Setelah hujan reda, kami bergegas mendirikan tenda di
area tersebut dan mengganti pakaian dengan yang kering agar tidak
terkena hipotermia.
Hari 5 : Menuju Baderan
Hari terakhir pun tiba. Saatnya membersihkan
diri di sungai terdekat. Banyak yang menyebutnya Sungai Qolbu. Di sungai tersebut terdapat selada air yang
dapat dimasak sebagai tambahan makanan. Air di Cikasur sangat jernih dan
segar sekali, berasa seperti air dari surga :D Di area ini pun terdapat bekas landasan pesawat saat
jaman kependudukan Jepang di Indonesia. Tidak lupa kami turut membawa
kembali semua sampah yang dibawa mulai dari pintu gerbang jalur Bremi
sampai menuju Baderan.
Perjalanan pulang menuju Baderan dimulai pukul 8.30. Dari Cikasur kita
masih membutuhkan 1 hari perjalanan agar sampai sana, dengan melewati
sabana yang luas dan punggungan bukit. Semua peserta masih tampak
semangat karena akan membayangkan akan sampai di basecamp Baderan lalu
makan dan minum-minuman yang tidak bisa didapatkan di Argopuro.
Semua tampak lancar, namun seusai melewati Mata Air 2 dan Mata Air 1
hari sudah semakin gelap. Para peserta tampak kelelahan dan frustasi
karena tempat yang dituju tidak kunjung sampai. Hutan demi hutan,
punggungan demi punggungan pun telah dilewati, sampai pada akhirnya tiba
pada jalur jalan setapak yang berbatu-batu. Dari sini ternyata
perjalanan masih jauh lagi, namun tenaga dan pikiran para peserta sudah
pada drop, terlebih lagi telapak kaki pada sakit karena menginjak
batu-batuan yang posisinya menjulang ke atas.
Kuntilanak menangis
Semua peserta kini tidak berjalan beriringan lagi, karena kondisi yang sudah sangat lelah. Ada yang berjalan sendiri dan ada juga yang dengan kelompok kecil 3 orang.
Suatu ketika di keheningan dan kegelapan malam. Kilenk mendengar suara tangisan seorang wanita. Semakin dia maju, semakin jelas pula suaranya. Dia memang agak penakut, maka dari itu dia memutuskan untuk baca Ayat Kursi supaya setannya pergi. Tapi dia baru ingat kalau tidak hapal Ayat Kursi. Lalu bacaan tersebut diganti dengan Surat An-Nas. Saat dibacakan surat tersebut, bukan malah pergi, tapi suaranya semakin jelas. Akhirnya dia pasrah kalau bakal ketemu atau diculik kuntilanak, Tapi saat memberanikan diri melewati sumber suara tersebut, ternyata yang menangis itu bukan Kuntilanak, tapi si Dilla, salah seorang peserta yang terpisah :D
Akhirnya, sekitar pukul 21.30, semua peserta sudah sampai basecamp Baderan dengan kondisi kaki yang bermacam-macam. Sungguh 4 hari 3 malam yang sangat mengesankan untuk berjuang bersama menjelajahi Argopuro.