Memang agak susah ya cari temen yang mau diajak jalan secara dadakan gini. Rencana itu ada saat hari Kamis, dan saya menggebu-gebu pengen banget main ke Cibodas sekedar untuk mencari kesejukan dan menenangkan pikiran dari kepenatan ibukota.

Jumat malam selepas pulang kerja, saya melaju sendiri naik motor ke Cibodas. Dari Jakarta saya sempatkan mampir ke Cozmeed Depok untuk mengembalikan tas Chumbu Step X60 ke Mas Ade. Saat sampai Bogor Selatan menuju Ciawi, saya berhenti sejenak, menepikan motor untuk mengecek instagram :D Tidak lama kemudian ada seorang bapak-bapak yang datang menghampiri saya.

"Mas, mau ke mana ?" kata bapak itu.

"Oh, mau ke puncak pak, ke Cibodas" kata saya.

"Boleh saya numpang sebentar gak ? deket kok satu arah ke situ".

Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 22.30 dan sudah tidak ada angkutan umum lagi. Saya sempat berpikir sejenak, bukannya tidak ingin menolong, tapi was-was takut dia berbuat jahat. Karena yang saya takutkan adalah dia membawa saya ke hotel atau villa lalu disodomi rame-rame bersama teman-temannya.

Setelah saya berdoa dalam hati meminta perlindungan Tuhan dan pasrah akhirnya saya menyetujui untuk mengantarkan bapak itu ke tempat tujuannya. Sepanjang perjalanan bapak ini tanya-tanya maksud dan tujuan saya pada malam itu. Untung saja semua yang saya khawatirkan itu tidak terjadi, dan keperjakaan saya masih tetap utuh. Bapak itu turun tidak jauh dari tempat menumpang, ya sekitar 3 km. Dari situ saya langsung melaju dengan cepat menembus gelap dan dinginnya daerah puncak.


Green Ranger Indonesia


Sekitar pukul 00.15 saya sampai Cibodas dan langsung menuju basecamp Green Ranger Indonesia untuk bermalam. Di sana ternyata sudah ada dua orang pendaki yang ingin trail running ke Puncak Gede. Bang Idhat Lubis langsung menyambut saya dan mempersilahkan untuk langsung istirahat di dalam. Tak lama kemudian datang rombongan pendaki dari Bogor sekitar 5 orang, mereka semua masih ABG dan bermaksud untuk menyewa perlengkapan mendaki. Si Mama keluar dari ruangan bersama 3 anjingnya yang lucu untuk menyapa para pendaki itu. Tak lama kemudian mereka dimarahin Mama gara-gara mereka tidak membawa peralatan lengkap. Saya di situ hanya bisa tersenyum sambil menyantap indomie melihat mereka dimarahi.




Pagi yang cerah membuka semangat hari itu. Saya langsung menuju resort taman nasional untuk melakukan registrasi. Untuk masuk ke canopy trail Ciwalen tidak perlu membooking terlebih dahulu seperti pendakian ke puncak. Saat ingin membayar saya kaget karena harganya mahal sekali, mereka mematok harga Rp 90.000 karena saya datang sendiri. Padahal menurut Satya Winnie harga tiket masuknya per orang Rp 31.000 sudah termasuk pemandu. Lalu saya coba menawar, dan akhirnya diputuskan harga Rp 60.000, meskipun buat saya masih mahal tapi ya ok lah, daripada sudah sampai sini tapi tidak jadi.

Untuk menuju canopy trail, dari resort ditempuh sekitar 15 menit. Di sini diwajibkan menggunakan pemandu, karena merupakan area khusus yang biasa digunakan untuk pengamatan satwa arboreal dan juga macan tutul. Pada awalnya jalur ini adalah jalur khusus yang biasa digunakan untuk penelitian dan pendidikan, namun pada bulan Oktober 2014, lokasi ini sudah dibuka untuk umum.




Saat itu saya ditemani oleh Bang Jack dari Montana. Dia membukakan gembok yang mengunci pintu canopy nya. Ketika melewati jembatannya saya agak sedikit pusing, karena jembatannya bergoyang-goyang dan terombang-ambing seperti naik kapal tradisional. Canopy Trail yang dibangun pada tahun 2010 ini memiliki panjang lintasan 130 m, tinggi 40 m, dan memiliki kapasitas 300 kg atau sekitar 5 orang dewasa. Jadi bagi yang ingin berfoto di sini harus gantian dan berhati-hati.

Memang tidak mudah untuk menemukan macan tutul di sini, karena macan tutul adalah binatang nocturnal yang aktif di malam hari. Butuh waktu pengamatan lebih lama dan kebetulan waktu itu saya tidak membawa lensa tele, jadi saya hanya mengamati tempat pengamatannya saja.




Dari canopy trail saya lanjutkan menuju Curug Ciwalen yang letaknya tidak jauh dari situ. Nama curug (air terjun) ini diambil dari nama pohon Ciwalen yang berada di sekitar air terjun. Kebetulan saya datang saat musim hujan, jadi debit airnya banyak sekali. Di curug ini sangat cocok untuk bersantai, nyusu sambil menikmati suasana alam yang tenang, karena tidak banyak pengunjung yang datang ke sini.

Di pertigaan jalan utama saya dan Bang Jack berpisah, karena memandunya hanya sampai di sini, lalu saya putuskan untuk lanjut naik ke Curug Cibeureum. Bagi yang telah memiliki tiket ke Canopy Trail tidak perlu membayar lagi jika ingin ke Curug Cibeureum, sebaliknya, bagi yang dari Cibeureum dan ingin ke canopy harus membayar lagi tiket yang berbeda.


Di Curug Cibeureum tidak terlalu ramai seperti biasanya, di situ saya mencari pohon untuk menggantungkan perasaan hammock, tapi sayangnya saya tidak menemukan spot yang bagus dan tenang. Maka dari itu saya memutuskan turun kembali menuju ke Telaga Biru.

Di Telaga Biru letaknya di pinggir jalur pendakian, jadi seringkali orang yang ingin mendaki mampir ke tempat ini untuk sekadar foto. Telaga Biru disebut demikian karena airnya berwarna kebiruan, tapi kadang juga berubah menjadi hijau bahkan coklat, tergantung pertumbuhan alga di dalamnya. Dulu saat saya ke sini tahun 2004 ada dermaganya, tapi sekarang dermaganya rusak dan tidak diperbaiki sampai sekarang.

Awalnya saya memasang hammock tepat di pinggir telaga, namun ternyata lokasi tersebut merupakan spot yang biasa digunakan untuk berfoto, jadi saya memutuskan untuk pindah lokasi agar tidak mengganggu pemandangan orang-orang :D

Telaga Biru Cibodas

Menurut bang Idhat, ada 2 tipe pendaki, yang pertama adalah yang fokus berolahraga dan mencapai target dengan cepat seperti trail runner, dan yang kedua adalah penikmat alam, yaitu orang-orang yang benar-benar menikmati alam setiap jengkalnya secara mendalam dan menyatu dengannya. Saya termasuk yang kedua. Di sini saya benar-benar menikmati ritual dengan alam tanpa gangguan. Tidak masalah jalan sendiri, yang penting berkualitas dan lebih intim dengan alam. Tapi gak enaknya adalah gak ada yang bisa disuruh-suruh untuk motretin :D
 Cuaca mendung mulai menutupi Yogyakarta pagi itu. Jetrani datang tak lama setelah saya melakukan ritual pagi di toilet Stasiun Lempuyangan. Setelah itu saya mampir terlebih dahulu ke rumahnya untuk numpang mandi dan packing ulang barang bawaan. Rencananya sih kami mau ultralight dengan membawa barang seringan dan seefisien mungkin. Tapi hal itu jadi sirna, karena banyak barang yang harus dibawa akhirnya dengan terpaksa kami harus menggunakan 2 tas carrier. Sepanjang perjalanan kami sempat berhenti beberapa kali untuk menambal ban, sholat, makan siang, dan juga foto-foto. Maklumlah, yang saya bawa ini adalah mbak-mbak selebgram, jadi harus update setiap saat.

img_20161028_151502

Agar lebih cepat, kami memutuskan ke Dieng lewat Borobudur melalui jalan yang banyak enggok-enggokan (lupa namanya :p) dan tembusnya di Pasar Sapuran. Saat sampai di Wonosobo saya sempatkan makan Mie Ongklok, saya cukup suka dengan mie ini tapi tidak dengan Jet. Dia mungkin agak jijik karena kuahnya sangat kental seperti ingus.

img_20161028_141555

Sebenernya, tujuan kami hari itu adalah ke Telaga Warna untuk naik ke atas bukit yang ada Ratapan Batu Angin, tapi sayang sekali saat itu hujan dan kami sampai Dieng terlalu sore. Maka dari itu perjalanan kami lanjutkan menuju TKP gathering yaitu Tlogo Dringo. Setelah sampai di desa terakhir, kami titipkan motor ke rumah warga, karena motor matic cukup berbahaya bila digunakan di jalur yang sangat menanjak dan berbatu licin. Untuk menuju venue dari desa terakhir bisa ditempuh sekitar 1 jam dengan jalan kaki.

Saat sampai di lokasi, saya cukup dibuat tercengang karena settingnya sangat bagus, mulai dari gapura, panggung, dan lokasi camp-nya yang berada di atas bukit mengarah ke Tlogo Dringo yang berada di bawahnya. Gathering Cozmeed kali ini lebih keren dari tahun sebelumnya, dan lokasinya pun sangat bagus.

img_20161030_065212


Acara malam itu diisi oleh stand up comedian yang merangkap sebagai MC. Guyonan saru ala Jawa sering dilontarkan orang tersebut untuk memicu tawa para hadirin. Bangku yang terbuat dari papan dengan diganjal krat minuman bersoda pun sudah penuh terisi para peserta yang duduk rapi di depan panggung. Sambil menonton, mereka sambil memanggang sosis dan kentang di atas perapian. Suasana yang syahdu yang udah lama saya inginkan.

ren_4949

ren_4993

ren_5046simg_20161030_071019


Gathering Cozmeed ini merupakan acara penutup dari rangkaian event pendakian #EatSleepHike tiap tahunnya, dan ini adalah yang kedua diadakan setelah tahun lalu di Tawangmangu. Peserta yang datang kebanyakan adalah "alumni" atau orang-orang yang pernah mengikuti event ESH sebelumnya, jadi saat ketemu sudah tampak akrab sekali meskipun berasal dari berbagai daerah yang berbeda.

ren_4998

29 Oktober 2016.

Aktivitas hari ke-2 dimulai dengan senam berjamaah. Kali ini senam yang agak absurd itu dipimpin oleh Risa Kribo. Tapi ini bukannya jadi sehat tapi pada ngakak semua gara-gara gerakannya gak sinkron dengan musiknya. Setelah senam, kegiatan dilanjutkan dengan workshop fotografi traveling oleh Wira Nurmansyah dan travel writing oleh @effenerr

ren_4967
ren_4975


Untuk memanfaatkan waktu jeda, saya dan Jetrani mencoba eksplorasi ke bawah dekat telaga, maksudnya sih untuk santai di hammock. Ketika sampai di telaga hujan mulai turun, dan kami tidak sengaja bertemu dengan ibu-ibu pedagang makanan. Dari kejauhan kelihatannya dia sedang kesulitan berjalan. Setelah kami dekati ternyata dia disorientasi medan, karena penglihatannya terganggu (Low vision). Akhirnya kami coba evakuasi ke tempat camp untuk berteduh dari hujan.

ren_5111

Malam puncak acara pun tiba, acara diisi dengan sharing pengalaman bersama Yudha @catatanbackpacker dan Harival Zayuka. Malam itu tampak meriah sekali karena ditutup dengan hiburan musik dan juga penampilan dari Rizi bocah gimbal Dieng yang sangat ikonik.
ren_5212

30 Oktober 2016

Pagi itu saya bangun  agak kesiangan, jadi kecewa gak bisa motret sunrise. Untuk mengobati kekecewaan itu saya dan Jet mencoba eksplorasi kembali ke sekitar telaga, karena hari sebelumnya gagal dikarenakan hujan. Saat sampai telaga kami penasaran dengan bangunan di puncak bukit seberang sana, maka dari itu kami menelusurinya melewati tepi telaga dan menanjak ke punggungannya. Dari punggungan itu lalu memasuki lorong hutan bambu dan tembusnya di ladang penduduk. Ternyata bangunan tersebut adalah makam, dan orang-orang sekitar menyebutnya Bukit Jiwan. Pemandangan dari sini sangat bagus sekali, terlihat hamparan ladang membentang dan di depan terdapat perbukitan.

ren_5264

DCIM101MEDIA

Setelah puas mengeksplorasi, kami kembali ke tempat camp untuk melakukan penanaman bibit pohon. Kemudian acara Gathering Cozmeed ditutup dengan persembahan tarian tradisional oleh warga sekitar.

img-20161031-wa0014

Terima kasih kepada Cozmeed, seluruh peserta gathering, panitia pelaksana Dieng, pengisi acara, tim keamanan, dan warga sekitar yang ramah yang telah mensukseskan acara ini. Sampai jumpa di Gathering Cozmeed tahun depan.

Selamat Bertualang.