Gak pernah terbayangkan sebelumnya untuk mengunjungi Dubai, bahkan bisa dibilang di luar 10 besar bucket list saya saat ini. Itu dikarenakan Dubai identik dengan kemewahan dan serba mahal. Dari situ saja saya sudah ciut duluan untuk menjadikannya negara prioritas traveling. Tapi apa daya, Alhamdulillah sekali saya diberi rejeki dan mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi ke kota yang sangat luar biasa ini selama 5 hari 4 malam.

Dengan kondisi yang lagi flu dan sedikit demam, saya pacu dengan obat dan vitamin. Pesawat Emirates yang saya tumpangi berangkat pukul 12 malam. Sang Pilot yang mengumumkan lewat speaker menggunakan bahasa Arab sempat membuat saya bingung.

“Sssttt….ehh doa dulu” kata saya sambil menyenggol lengan Bona yang duduk di sebelah kiri.

“Amin…amin, hihihi” balas Bona cekikikan sambil menengadahkan kedua tangan.

Maklum, ini adalah kali pertama saya traveling ke negara Arab, jadi tiap ada orang Arab ngomong, berasa lagi berdoa sih :D

Selepas take off saya memutuskan untuk langsung tidur supaya saat mendarat bisa sehat, karena ini waktu yang terbaik. Tapi baru setengah jam terbang, tiba-tiba saya dibangunkan oleh pramugarinya yang menawarkan makanan ringan. Sebenernya saya enggan untuk bangun, tapi ya sudah terlanjur. Pengen marah tapi mbaknya cantik, gimana dong. Gak lama kemudian saya terima makanan tersebut. Ternyata cuma roti isi daging yang dingin dan nyaris gak ada rasanya.

“Oh may goshh…wes mak lerrr turu, tapi dibangunan cuma suruh makan kayak gini ?” dalam hati saya.

Haduhh, gimana mau sembuh kalo gini caranya. Bahkan jam 5 Subuh pun saya kembali dibangunin untuk sarapan. Ini sarapan apa sahur yaa T_T Setelah sarapan pokoknya saya mau balas dendam tidur di sisa waktu yang ada.

Akhirnya sekitar pukul 06.00 waktu setempat, kami sampai di bandara Dubai yang sangat megah ini. Dan ajaibnya, alhamdulillah, kondisi saya jadi sehat ketika menjejakkan kaki di sini. Saya pun mulai terbiasa melihat pria-pria yang memakai pakaian tradisional Arab berwarna putih nampak hilir mudik di sini, begitu juga wanita yang mengenakan gamis serba hitam. Bahkan nampak juga beberapa orang yang mengenakan baju ihram untuk pergi umroh.

Usut punya usut. Ternyata banyak lho orang yang mengira Dubai merupakan sebuah negara, padahal Dubai berbentuk Emirat, kalau di kita mah ibaratnya provinsi. Nah, dari 7 Emirat yang ada seperti Abu Dhabi, Fujairah, Ajman, Ras Al-Khaimah, Sharjah, Um al-Qaiwain, dan Dubai ini membentuk sebuah negara yaitu Uni Emirat Arab. Tapi bisa juga kita menyebut Dubai sebagai sebuah Kotamadya.

Seperti biasa saat traveling ke luar negeri, saat sampai di bandara pagi harinya, saya dan rekan perjalanan memutuskan untuk gak mandi, cukup cuci muka pakai sabun dan gosok gigi. Itu dilakukan untuk menghemat waktu, karena pada hari pertama biasanya jadwalnya dibuat lebih padat sambil menunggu pukul 14.00 untuk bisa check in di hotel.





Sekitar pukul 07.00 waktu setempat, sebuah minibus menjemput kami di depan pintu keluar bandara. Bagian belakangnya terdapat box tambahan yang digunakan untuk menyimpan koper-koper kami agar tempat duduknya tidak jadi sempit. Senyum yang ramah dari sang supir berwajah Arab yang dagunya terbelah menyambut kami sambil memasukkan koper-koper itu. Ternyata pengemudi travel di sini rapi sekali, seragamnya seperti pekerja kantoran, mengenakan kemeja panjang dan dasi. Padahal saya yang kerja di kantor aja cuma pakai kawos dan celana jeans :p

Saat masuk mobil, saya cukup kaget, karena mobil yang saya tumpangi adalah mobil yang benar-benar baru. Aroma khas sofa yang baru dibuka pembungkus plastiknya mengisi seisi mobil. Saya perhatikan dengan seksama bagian lantainya pun nyaris tidak terlihat bekas tapak kaki.



Mobil baru pun melaju memasuki pusat kota. Saya dibuat takjub menganga lihat gedung-gedung pencakar langit di mana-mana. Terutama siluet Burj Khalifa yang menjulang dari kejauhan. Meskipun lalu lintas yang ramai, di sini sangat menghargai sekali penyeberang jalan. Para pengendara dengan senang hati memberi kesempatan untuk menyeberang jalan di zebra cross. Mobil-mobil mewah pun dengan mudahnya kita jumpai berseliweran di jalanan. Bahkan saya senang bukan main ketika lihat ada mobil Avanza yang lewat, karena di sini sangat langka sekali. Kebalikan dari Indonesia yang jadi mobil sejuta umat.



Selama di Dubai, kami makan di berbagai restoran di hotel-hotel dan mall yang berbeda. Tiap tempat memiliki karakteristik sendiri, dan bagusnya lagi lidah saya cocok dengan makanan lokal di sini. Soal kehalalan mah gak usah dipikir lagi, karena di sini merupakan negara Islam, bahkan chinese food dan makanan asing di sini harus memiliki sertifikasi halal dari MUD (Majelis Ulama Dubai) :D



Destinasi pertama yang saya kunjungi adalah Dubai Miracle Garden yang merupakan taman bunga terbesar. Di tempat inilah mengaburkan bayangan saya tentang kesan Dubai yang berupa gedung bertingkat yang diselimuti pasir gurun. Indah sekali, mirip di film-film fantasi, dan sepertinya tempat ini cocok untuk digunakan syuting film India. Saya pun mencoba naik ke atas pelataran untuk bisa melihat keseluruhan tempat ini. Cukup lama termenung sambil membayangkan Dubai yang dulu berupa gurun pasir, kini disulap menjadi taman bunga yang super indah. Uniknya lagi, ternyata bunga-bunganya disiram menggunakan air olahan limbah.

Sepanjang area Dubai Miracle Garden ini dijaga oleh petugas, mereka memantau aktivitas pengunjung yang sekiranya akan merusak tanaman di sana. Saat itu cuaca sedang teriknya, kami memutuskan untuk makan es krim untuk penyegaran. Dari dalam kedai saya perhatikan para petugas keamanan, sejak pagi tempat ini dibuka, mereka tetap berdiri di beberapa titik. Padahal sudah berjam-jam. Tak ada tuh yang namanya mainan ponsel atau merokok. Mereka bekerja sangat profesional, namun tetap ramah pada pengunjung.

Paviliun Syria di Global Village.
Siang harinya kami check in di Copthorne Hotel yang berada di Deira untuk istirahat dan unpack barang bawaan. Sore harinya perjalanan dilanjutkan ke Global Village sampai malam. Di Global Village ini kita bagaikan berkeliling dunia, karena di dalamnya terdapat area-area paviliun dari seluruh benua yang menyajikan makanan dan souvenir khas negara masing-masing, pedagangnya pun asli dari negara-negara tersebut. FYI, sebagian besar penduduk Dubai adalah kaum ekspatriat yang bekerja di sini. Maka dari itu pemerintah setempat memberikan uang yang cukup besar apabila ada orang lokal yang menikah dengan orang lokal juga untuk menambah jumlah populasi penduduk asli negara ini.

Tak hanya minyak bumi, Dubai juga mengandalkan pendapatan dari sektor pariwisata, namun yang terbesar adalah sektor properti. Jadi wajar saja di mana-mana banyak pembangunan dan hunian mewah untuk disewakan. Baru merasakan suasananya saja saya jadi tertarik untuk kerja di sini.




Bayangan Dubai yang selalu mahal sirna sudah ketika saya belanja di pasar tradisional dan supermarket. Selain itu ada juga hotel-hotel murah yang cocok untuk backpacker. Ternyata harganya gak beda jauh sama di Jakarta. Begitupun soal cuaca, di sini memang panas, tapi panasnya cenderung kering, gak lembab seperti di Indonesia. Saat sore hari menjelang malam pun udara jauh lebih dingin daripada di Jakarta. Soal keamanan, di sini jelas lebih aman dan tertib, karena jika sekali bermasalah dengan kepolisian, selain dihukum dan denda, akan “di-black list” sehingga sulit mendapatkan pekerjaan maupun layanan umum.



Dubai memang penuh keajaiban. Dalam tiga dekade terakhir, wilayahnya yang berupa gurun tandus, kini disulap menjadi kota metropolitan yang mewah dan memiliki berbagai kecanggihan yang ada. Pemerintahnya pun tak henti-hentinya membuat sesuatu yang fenomenal di dunia seperti gedung tertinggi di dunia, mall terbesar, frame terbesar, pertunjukkan air mancur terbesar, dan masih banyak lainnya. Sheik Mohammed bin Rashid Al-Maktoum sang pemimpin Dubai pun berujar, bahwa “Kata Tidak Mungkin, Tidak Ada Dalam Kamus di Dubai”, jadi ia akan terus menghadirkan segala ketidakmungkinan yang belum pernah ada sebelumnya.

Malam itu selepas dari Global Village, kami kembali ke hotel untuk istirahat. Bersiap bermimpi hidup layaknya sultan dalam 4 hari ke depan. Yaa…paling nggak minimal merasakan makanan berlapis emas :D



*trip ini dipersembahkan oleh Detik Travel dan juga Dubai Tourism Board.