Merasakan Glamping Sebenarnya di Sandat Glamping Tent

Sebagai orang yang gemar mendaki gunung, tidur di dalam tenda sempit beralaskan matras tipis adalah hal yang biasa. Bahkan jika ada yang tidur beralaskan sleeping pad merk "Klymit" itu udah tergolong suatu hal yang mewah karena harganya tidak murah. Sebenernya, camping di gunung mengajarkan kita untuk hidup sederhana, menyatu dengan alam, mengindahkan kenyamanan untuk sementara waktu. Namun, semua itu bisa sirna akibat saat ini mulai dikenal dengan konsep Glamping alias Glamour Camping.

Tak ada salah dengan konsep tersebut, karena Glamping itu hadir bagi orang yang punya budget lebih tapi males untuk capek-capek naik gunung dan masang serta bongkar tenda. Pokoknya semua udah jadi, tinggal terima beres aja dan bisa tidur tanpa harus cari posisi wenak sambil nahan tulang ekor yang sakit karena kerasnya tanah.

Glamping sejauh yang saya tahu selama ini dari beberapa lokasi, menyediakan tenda berukuran besar dengan kasur super tebal, listrik, toilet, dan juga pendingin ruangan. That's it, gak perbedaan yang signifikan. Tapi,  semua kesan "biasa" itu musnah ketika saya beserta keluarga "tak sengaja" menginap di Sandat Glamping Tent di Ubud, Bali.
Sandat Glamping Tent
Suasana malam hari

Dibilang tak sengaja, karena kami gak tau gambaran apa-apa soal penginapannya, bahkan juga namanya. Hanya "clue" dari supir yang mengantarkan berupa penginapan Glamping di dekat sawah, dan saya pun belum sempat searching karena memang gak ada nama di itinerary-nya.

Memang benar, untuk menuju penginapannya melewati jalan yang cukup sempit dan hanya muat untuk 1 mobil karena kanan kirinya ada sawah. Bahkan ketika sudah sampai di lokasi, saya masih pesimis,

"Serius, ini tempat Glamping mewah itu ?"

Soalnya parkirannya cukup sempit, hanya muat sekitar 6 mobil Mitsubishi Xpander Cross, dan itu mepet banget.

Semua rasa pesimis itu mulai sedikit sirna saat saya mulai melewati lobby-nya. Meja resepsionisnya memang kecil karena konsep yang tradisional. Sebelum masuk pun kami diperiksa suhu tubuhnya dan disemprot handsrub untuk mengantisipasi penularan virus Corona.

Ruang yoga dan olahraga
Suasana yang asri mulai terasa di sini, berbagai tanaman dan pepohonan tersedia di setiap sudutnya. Bangunannya yang didominasi dengan kayu dan bambu ini memberi kesan sederhana namun mewah dalam segi desainnya. Siang itu saat check in, semua barang bawaan kami dibawakan oleh karyawannya. Ternyata, untuk menuju kamar, kita harus melewati hutan buatan, jalan berundak dan berliku. Pantas saja, barang bawaan kami dihimbau untuk dibawakan mereka.

Saat sampai di depan kamarnya, kami cukup tercengang karena konsepnya bagus banget. Ini sih bener-bener glamour camping namanya. Ylang-ylang nama kamarnya. Bangunan yang kita tempati memang terbuat dari bahan non permanen seperti kain untuk tenda namun lebih tebal dan lantainya terbuat dari kayu.


Sandat Private Pool

Asiknya lagi, tiap kamar ada private pool dan langsung menghadap ke hutan. Ketika memasuki kamar, kita langsung berpapasan dengan tempat tidur yang berbentuk lingkaran yang dikelilingi kelambu. Sebelah kanannya terdapat dua kursi santai, dan di seberangnya ada lukisan dan juga kulkas.


Kamar Mandi Sandat Glamping
Kamar mandi tipe kering


Bagian paling dalam, kamar mandi dan klosetnya tidak ada pintu pembatasnya, jadi kamar ini memang cocoknya sih buat bulan madu. Soalnya kalo nginep bareng temen cowok pasti bakal direkam pas mandi atau boker.

Secara keseluruhan sih, kamar yang kita tempati ini mengingatkan saya pada resort-resort ala safari di Afrika. Cuma kurang auman singa dan tongolan kepala jerapah aja.

Ada hal-hal unik yang bisa kita temukan di Sandat Glamping Tent :

1. Tidak ada Televisi.
TV sucks ! Memang benar. Buat liburan dengan suasana seperti ini, TV gak diperlukan, karena pemandangan udah jadi hiburannya.

2. Banyak nyamuk.
Adalah hal yang wajar saat berada di kebon atau di hutan bakal dikerumuni banyak nyamuk. Maka dari itu, tempat tidurnya disediakan kelambu dan ada petugas yang bakal menawarkan mau pakai lotion anti nyamuk apa obat nyamuk bakar.

3. Tidak ada telepon intercom.
Jadi, kalo mau manggil petugasnya untuk ke kamar, harus pake kentongan kayak di pos ronda. Seru banget, soalnya dulu pas masih kecil pernah mukul kentongan, abis itu didatengin warga :D

4. Bel berupa lonceng.
Memang listrik sangat diminimalkan di sini. Jadi, beberapa meter sebelum area yang kita tempati ada lonceng tergantung di pohon yang digunakan sebagai bel kamar. Petugas yang ingin masuk pasti akan membunyikan bel terlebih dahulu dan menanyakan pada kita apakah diperkenankan untuk masuk ke area atau nggak.


Berenang di Private pool

Bener-bener ya, Sandat Glamping ini memanjakan privasi tamunya. Hadirnya kolam renang pribadi berbentuk oval di depan kamar bisa bikin kita puas berenang tanpa canggung ketemu orang lain. Selain itu juga, konsep infinity pool-nya jadi poin plus untuk mendapatkan foto bagus tanpa bocor di mana-mana.

Untuk kedalamannya sih lumayan, saya yang tingginya 165 cm pun agak kaget karena batas airnya nyaris sampai leher. Ini sih, kayak ukuran untuk bule deh. Oh iya, airnya pun cukup dingin, jadi bakal kaget kalo pagi-pagi langsung nyemplung situ. Menurut saya, waktu terbaik untuk berenang adalah pukul 08.15, karena pada waktu tersebut, area teras dan kolam renang telah dibersihkan oleh petugasnya dari dedaunan dan ranting yang rontok.

Suasana hutan yang tenang dan hanya terdengar suara serangga bikin kita jadi rileks. Terlebih lagi di dekat kolamnya ada matras busa untuk rebahan. Buat bilasnya pun disediakan shower di pojokan sebelah kiri, bentuknya pun cukup unik karena dibuatkan instalasi dari bambu.
Sandat swimming pool


Pijat enakk...

Hari itu pas banget saya baru turun dari Gunung Batur. Setelah merileksasikan diri di kolam air panas Toya Devassya, kami langsung menuju penginapan untuk istirahat. Untungnya di Sandat terdapat fasilitas massage. Sore itu saya berjalan menuju tempat massage, di sana sudah tersedia 4 ranjang tanpa sekat dalam satu ruangan.

"Mas, pakaiannya dilepas semua ya, tinggal pakai CD aja" kata salah seorang mbak terapisnya.

"Tinggal pakai CD aja mbak ?" tanyaku meyakinkan.

Saya pun sempat bimbang dan berpikir sekian detik untuk memutuskan berani pakai CD doang di depan para wanita selain istri sendiri. Padahal saya udah pakai celana boxer, sengaja untuk pijat, tapi tetap disuruh lepas. Meskipun saya sering pijat, tapi baru kali ini pijat nyaris bugil, dan yang mijat juga wanita, bikin canggung aja.

Setelah melepaskan pakaian, salah seorang mbaknya yang masih muda mempersilahkan saya untuk tengkurap di ranjangnya. Saya pun masih kepikiran, kenapa mbaknya yang muda yang melayani, padahal di situ masih ada ibu-ibu. Duhh, semoga gak ada fasilitas ganti bolam deh, hahahaa...aaouuu... :p

Tak terasa, setelah sejam lebih dipijat, saya jadi terbangun dari tidur karena nyaman dengan pijatannya gak sakit. Denny Sumargo yang ada di sebelah kiri saya pun juga tertidur, begitu juga Manda yang berada paling ujung.


Makan malam romantis.

Dari kamar menuju tempat makannya harus melewati hutan yang berliku. Memang sih agak gelap dan sunyi, tapi tenang aja, sepanjang jalurnya dikasih penerangan berupa lampu minyak kok. Jadi, masing-masing kamar punya jalurnya sendiri-sendiri untuk menuju tempat makannya.

Dengan didominasi lampu berwarna kuning kecoklatan, seolah menyatukan ambience dengan bangunannya. Konsepnya yang semi outdoor membuat tempat tersebut tak perlu pendingin ruangan karena angin semilir yang hilir mudik.

Salah satu hal yang unik dari tempat ini adalah adanya instalasi seni berupa banyak cermin dari berbagai bentuk dan ukuran. Lantainya yang licin dan bersih pun sepertinya bisa sekali dipakai untuk nongkrong atau tiduran di situ.




Di sini terdapat dua area, yang pertama berupa meja panjang dan yang satu berupa sofa. Meja panjang digunakan untuk makan bersama, sedangkan yang sofa biasanya untuk nongkrong sambil ngerokok.


Menu yang ditawarkan pun beragam, mulai dari tradisional Bali hingga western. Bayangan saya bakalan lama penyajiannya karena temen-temen yang lain memesan menu-menu yang berbeda, ternyata diluar dugaan, cukup cepat rupanya.

Keseruan malam itu diisi dengan berbagai cerita pengalaman hidupnya Densu, mulai dari keluarga, percintaan, gosip, pekerjaan, hingga ngomongin pengalaman spiritualnya yang sulit diterima akal sehat.


Sandat Glamping Tent
Kamar tipe Lumbung

Saya pun baru tau kalo Densu dan timnya menginap di Lumbung. Jadi, di Sandat ini ada dua tipe kamarnya, yaitu tenda dan lumbung. Untuk Lumbung sendiri, dinamakan demikian karena bentuknya seperti lumbung padi tradisional. Di kamar ini bisa muat banyak orang, tapi bagian bawahnya nggak terdapat AC, cuma lantai 2 nya aja. Sedangkan kolam renangnya lebih besar karena digunakan bersama-sama dengan penghuni kamar yang lainnya.

Ada satu lagi hal menarik. Jadi ternyata kamar mandinya ini agak terbuka. Saat Densu naik ke lantai 2, gak sengaja liat manajernya lagi mandi.

"Waduhh, nyesel gw, abis itu gw langsung wudhu biar gak kepikiran terus, hahaha" canda Densu.

Malam semakin larut, bangunannya yang terbuka membuat nyamuk leluasa mencari mangsanya. Aroma obat nyamuk bakar yang cukup mengganggu pernapasan saya sepertinya kurang nampol itu nyamuk-nyamuk nakal. Walhasil saya seringkali menggaruk kaki sampai kulit saya bisa buat nulis.

Saking keasikannya, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WITA, saya pun menyudahi perbincangan malam itu, dan yang lainnya akhirnya pada bubar juga. Mereka baru sadar kalo nanti jam 02.00 harus bangun untuk mendaki Gunung Batur.

Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, suasana di Sandat Glamping Tent ini natural banget, suara serangga khas hutan tropis saling bersahutan saat malam hari. Selama 3 hari 2 malam itu memang dibuat privat hanya untuk rombongan kami. Cahaya bintang pun cukup jelas terlihat di balik rimbunnya hutan. Gak salah banget kalo tempat ini dijuluki Five Billion Stars Resort. Petualangannya dapet, mewahnya juga dapet.


Sandat Glamping Tents


Jl. Subak Sala Banjar Sala Pejeng Kawan 
Ubud Gianyar, Bali 80552
www.glampingsandat.com


No comments:

Post a Comment