Perjalanan Melawan Sampah Plastik di Labuan Bajo
Tak ada yang menjadi pelipur lara hari itu selain terpilihnya saya untuk ikut trip ke Labuan Bajo. Pada
trip ini saya tergabung sebagai Pasukan CLBK (Cinta Lingkungan Bersih
Kinclong) bersama Journesia dan juga Teman Rakyat. Dari temanya saja
saya sangat tertarik, karena selama ini saya membutuhkan wadah dan
dukungan dari orang banyak untuk kampanye masalah lingkungan, demi
menyadarkan para masyarakat. Paling tidak lingkungan terdekat sendiri.
Hari itu saya masih sangat kecewa karena kedua kalinya ditolak visa Inggris, namun kini bisa sedikit tersenyum sambil membayangkan indahnya pantai dan pulau di Labuan Bajo, serta menggemaskannya para komodo (((menggemaskan))).
Perjalanan
ini bukan perjalanan biasa, karena kita semua punya misi untuk kampanye
hidup ramah lingkungan dan mengaplikasikannya pada kehidupan
sehari-hari. Jadi, dari hari pertama hingga akhir, semua sampah pribadi
(non organik) yang dihasilkan akan dikumpulkan untuk dianalisa, karena sebisa mungkin mengurangi sampah plastik. Untuk mendukung hal itu, semua peserta dibekali dengan tas kain, sedotan stainless steel, botol minum, dan juga kain untuk sapu tangan yang bisa dipakai berulang kali.
"Alat Perang" terhadap sampah plastik |
Waktu
keberangkatan pun tiba. Setelah bergabung dengan peserta lain, kami
bergegas masuk pesawat. Gambaran bandara berisi binatang komodo yang
siap menyambut kami sirna begitu saja setelah sadar kalau Bandara Komodo
hanya sekedar nama saja, karena komodo habitatnya ada di Pulau Komodo
dan Rinca.
Hhhmmmm....ini gara-gara Kak Seto.
Senang
rasanya bisa menginjakkan kaki di tanah Flores untuk kali pertama. Ini
adalah pulau paling timur Indonesia yang pernah saya singgahi.
Setelah
menyelesaikan urusan di bandara, kami menuju hotel Bayview Garden yang
letaknya hanya 7 menit dari bandara. Saat masuk ke kamar untuk
beristirahat, ternyata di dalam sudah ada Ernest, salah satu peserta
dari Kupang yang sudah sampai duluan dan dia jadi teman sekamar selama
perjalanan ini.
Kesan
orang Indonesia timur yang galak, sirna begitu saja setelah saya
berkenalan dengannya sambil disodorkan Oreo Ice Cream rasa blueberry. Di
sini kami ngobrol panjang lebar, terutama soal kisahnya yang resign dari pekerjaannya sebagai pegawai bank dan memilih hidup dari laut. Dari situlah saya semakin penasaran dan suatu saat pasti akan mengunjungi Kupang, Sumba, dan Indonesia bagian timur lainnya.
Senja
di hari pertama masih malu-malu untuk keluar, karena memang bulan ini
bukanlah musim terbaik untuk berlayar. Saya masih berharap besok dan
seterusnya akan cerah dan gelombang lebih bersahabat.
Makan
malam hari ini, kita makan sama anjing. Iya anjing ! Bukan makan daging
anjing, tapi makan malam bareng anjing yang minta makanan dari kita.
Agak nggak nyaman bagi saya, karena si anjing yang besar suka bolak-balik masuk kolong. Makanya itu saya makan malam dengan pisuhan...
Asu !
Asu !
Su...
Dasar uasuuu !
Setelah makan malam, dilanjutkan dengan perkenalan semua peserta. Sempat pesimis akan nggak cocok dengan yang lainnya, tapi ternyata semuanya asik-asik. Dan yang pasti, saya nggak perlu khawatir soal sampah, karena semuanya sudah pasti sadar akan tanggungjawabnya terhadap sampah, makanya itu kita bisa berkumpul di sini.
Setelah makan malam, dilanjutkan dengan perkenalan semua peserta. Sempat pesimis akan nggak cocok dengan yang lainnya, tapi ternyata semuanya asik-asik. Dan yang pasti, saya nggak perlu khawatir soal sampah, karena semuanya sudah pasti sadar akan tanggungjawabnya terhadap sampah, makanya itu kita bisa berkumpul di sini.
Ada Ernest dari Kupang yang toketnya bisa gerak-gerak, si Dea dari Planet Bekasi yang cablak tapi rame, Oki yang berpenampilan gembel ala seniman, Aam yang pelor
dari Kendari. Khusus untuk Aam, saya agak kurang paham dengannya,
soalnya dia masih campur menggunakan nada dan istilah bahasa daerahnya
yang masih asing di telinga saya. Tapi kadang lucu juga sih cara
bicaranya.
Poto dulu pi...
Hahh ?! Pipi mimi maksud lo ?
Poto dulu pi...
Hahh ?! Pipi mimi maksud lo ?
Selain
itu juga di tim Journesia ada mas Ade temennya Uki Wardoyo dan Kama yang vegetarian, Putra
dari Teman Rakyat yang lihai tusuk menusuk alias atlet anggar, Feri sang videografer kinclong, dan juga Ratu Vashti, Miss
Earth 2018 yang jebul uwong Banten.
Hari ke-2
Destinasi
hari ini semua berada di Pulau Flores, jadi mengeksplorasi menggunakan
minibus. Sepanjang perjalanan selalu diisi gelak tawa Dea, dan diiringi
lagu-lagu Petualangan Sherina. Tak terasa sudah sampai di destinasi
pertama yaitu air terjun Cunca Wulang, kemudian dilanjutkan menyeberang
menggunakan perahu ke Goa Rangko. Di pantainya kita beraktivitas memungut sampah yang tersebar, lalu dilanjutkan berenang di dalam goanya. Awalnya sempat ragu, karena sudah
terlalu sore untuk menuju destinasi terakhir yaitu Amelia Sunset View.
Tapi untungnya si supir punya jalan pintas dan bisa sampai lokasi
sebelum gelap.
Meskipun
begitu, saat sampai lokasi, cahaya matahari yang diharapkan tidak
keluar karena mendung. Tapi ya sudahlah, yang penting bisa menyelesaikan
destinasi yang ada untuk hari ini dan ditutup dengan makan malam di
Mediterraneo resto.
Hari ke-3
Waktunya untuk Live On Board
atau tinggal di kapal. Jadi, selama 2 malam ke depan, kita akan tidur
di kapal, karena harus pindah pulau ke pulau yang lainnya (Hopping Island).
Yang pertama adalah Pulau Kelor. Sepintas namanya sama dengan pulau di
Kepulauan Seribu, tapi bentuknya sangat berbeda sekali. Pulau kecil ini
memiliki bukit dengan pemandangan yang indah sekali.
Destinasi
selanjutnya adalah Pulau Rinca yang merupakan habitat komodo. Aktivitas
yang dilakukan adalah trekking untuk melihat sarang komodo dan yang
paling menegangkan adalah berfoto dekat dengan komodo. Saya sih, nggak terlalu khawatir sama diri sendiri, tapi khawatirnya sama Ranger yang memotret kita, karena dekat sekali dengan mulut komodo.
Pulau Kelor |
Tapi meskipun begitu, saya berharap bisa ngelus-ngelus kepala komodonya. Kan kata orang, binatang kalo dielus-elus bakal nurut kayak ngelus-ngelus burung gitu.
Matahari
mulai turun di batas cakrawala, saatnya para kelelawar / kalong keluar
dari sarangnya untuk cari nafkah. Di pulau kalong ini kita tidak bisa
mendarat, karena sebagian besar terendam air dan pepohonan bakau, jadi
hanya menikmatinya dari kejauhan.
Kebetulan
hari itu matahari menampakkan wajahnya. Saya coba bawa tripod, lalu
naik ke dek atas kapal untuk memotret. Saat naik tangga, nggak sengaja
lensa terbentur tangganya dan mengakibatkan Filter Holder saya jatuh ke laut.
Wassalam....
Selalu
ada aja printilan barang yang hilang. Padahal kru kapal sudah coba
bantu cari tapi nggak ketemu, karena kapalnya sedang melaju. Walhasil,
sore itu saya memotret dengan pisuhan lagi.
Hari ke-4
Pagi-pagi
sekali kapal sudah bergerak menuju Pulau Padar. Sambil santai di depan,
kami berkutat dengan ponsel masing-masing. Bukan karena asik sendiri,
tapi membuat konten dan melaporkan hal yang menarik selama perjalanan.
Ini merupakan bagian dari misi kita. Untungnya di kepulauan sini, sinyal
Telkom*sel bagus banget, berasa seperti di kota.
Pulau Padar (foto : Kama) |
Sesaat
ketika sampai Pulau Padar, hujan deras disertai angin mulai turun.
Setelah reda, kami merapat dengan perahu kecil dan naik susunan anak
tangga yang telah tersusun rapi hingga ke atas bukit yang fenomenal itu.
Perjalanan
selanjutnya ke Long Beach yang masih di berada di Pulau Padar namun di
sisi yang lain. Pantai ini pasirnya berwarna pink, jauh lebih pink
daripada Pink Beach yang selama ini dikenal, namun sayangnya kotor
sekali. Banyak sampah rumah tangga yang terdampar di sini. Untungnya
kita bawa trash bag, dan tanpa basa-basi membersihkan tempat
tersebut. Ada cerita unik bagaikan terdampar di pulau ini yang membuat
semuanya panik, tapi nanti bakal saya ceritain di postingan lain.
Pink Beach |
Setelah semua tenang, akhirnya dilanjutkan ke Pink Beach. Di pantai ini memang bersih sekali dan terumbu karangnya pun bagus, cocok untuk syuting film Baywatch ataupun Tarzan X.
Hari
semakin sore, waktunya untuk mendekat Kampung Komodo di Pulau Komodo.
Sebenarnya ada jadwal untuk merapat ke pulau ini, namun sayang waktu
dan perahunya tidak memungkinkan. Jadinya saya hanya bisa lihat
aktivitas anak-anak di pesisir sambil menyaksikan Elang Laut yang sedang menyelamatkan ikan yang hampir tenggelam.
Kami memang tinggal di kapal, namun saat malam hari kapalnya berhenti untuk bermalam di perairan dekat kampung, karena selain gelombangnya lebih tenang juga kalau terjadi apa-apa bisa minta bantuan.
Suatu ketika di tengah malam, saat semuanya tertidur, Amenk tour leader kami bangun untuk ke kamar mandi, setelah itu dia tersadar kalau kapalnya hanyut ke tengah lautan menjauhi pulau. Lantas secara spontan dia membangunkan semua kru dan kapten kapal untuk mengembalikan ke lokasi semula. Agak kaget, karena saat itu angin kenceng banget dan menerpa layar penutup tempat kami biasa tidur. Saya sempat terbangun, namun dipikir hanya angin biasa, eh ternyata kapalnya malah hanyut.
Hari ke-5
Tak terasa ini adalah hari terakhir Live On Board. Pagi itu gelombang lebih tinggi dari biasanya, seharusnya kita bisa menyelam bersama Manta. Namun manta atau ikan pari yang ditunggu tidak kunjung terlihat, akhirnya perjalanan langsung dialihkan ke Takka Makassar yang letaknya hanya sekitar 350 meter dari Manta Point.
Takka Makassar |
Takka Makassar adalah sebuah gundukan tanah kosong berwarna putih nan bersih tanpa sampah. Cocok buat jomblo yang ingin menyepi dari hiruk pikuk dan tekanan teman-teman maupun keluarga. Aktivitas yang bisa kita lakukan di sini adalah, bengong sambil nulis-nulis di pasir, tanning, teriak-teriak, maupun snorkling.
Mendung sudah semakin menjadi, petir pun mulai nampak, sementara yang snorkling harus bergegas merapat ke kapal karena arus bawah semakin kencang. Siang itu kami menyudahi petualangan bersama kapal Aqua Luna dan kembali ke Labuan Bajo. Total setidaknya ada 4 destinasi yang gagal kita singgahi karena faktor cuaca. Tapi kami tergolong beruntung, karena kapal masih bisa mengarungi lautan hingga ke pulau Komodo, karena beberapa hari sebelumnya gelombang tinggi yang membuat kapten kapal lain membatalkan perjalanannya. Jika kapten kapal saja sudah takut, artinya memang benar-benar parah, karena idealnya untuk berwisata ke TN. Komodo adalah pada musim kemarau.
Acara puncak dari rangkaian perjalanan ini ditutup dengan makan malam di Plataran Resto. Di sini semua menceritakan keluh kesahnya selama perjalanan yang seru ini. Tapi memang ya acaranya seru banget, banyak kejadian menarik selama 5 hari ini terutama saat "terdampar" di pulau itu, dan semua bikin semua jadi akrab. Malam itu, kita tutup dengan rencana memberikan kejutan untuk ulang tahunnya Vashti, yang udah dia kodein dari hari pertama, tapi pada pura-pura nggak tau.
Karena keseruannya itu, bahkan saya masih teringat-ingat sampai saya menuliskan di blog ini. Sampai jumpa lagi di lain kesempatan, semoga apa yang udah kita lakuin di Labuan Bajo bisa memberikan dampak positif buat orang-orang lainnya, dan lebih peduli tentang sampah yang semakin menggila.
No comments:
Post a Comment