Wanita-wanita Perkasa Beringharjo

Kota Yogyakarta pukul 03.00 dini hari, dimana orang-orang pada umumnya masih tidur terlelap di rumah masing-masing, dan berselimut dengan mimpi. Namun, hal yang kontras terjadi di Pasar Beringharjo, di tempat inilah pada jam tersebut para “penghuninya” mulai melakukan berbagai aktifitasnya. Hiruk-pikuk dengan hilir-mudiknya para pedagang dan pembeli mulai terlihat di sini. Aroma pasar, dan keriuhan obrolan-obrolan khas ibu-ibu pasar pun mewarnai pagi yang masih buta ini.

Tidur di emperan toko


Seketika mata kami tertuju pada puluhan perempuan yang baru bangun tidur di emperan toko-toko sebelah timur Pasar Beringharjo. Mereka hanya beralaskan tikar seadanya dan diselimuti kain-kain yang terlihat lusuh. Beberapa diantaranya menggunakan payung untuk melindungi kepalanya agar tidak kehujanan ketika tertidur. Sekilas mereka tampak seperti gelandangan. Tapi ternyata mereka adalah buruh gendong di Pasar Beringharjo. Karena jarak rumah dengan pasar yang cukup jauh dan faktor ongkos kendaraan umum yang cukup mahal, memaksanya untuk menginap di tempat tersebut dan telah menjadi rutinitas sehari-hari.

Di pagi itu, mereka mulai melakukan aktifitasnya, menawarkan jasa untuk membawa barang para pedagang dengan cara digendong di belakang. Maka dari itu mereka biasa disebut “buruh gendong”. Beragam barang yang biasa mereka angkut yaitu sayuran, buah-buahan, beras, tepung, telur, makanan & minuman kemasan. Berat barang yang digendong pun beragam, mulai dari 5kg sampai 45kg. Tidak ada tarif  tetap yang mereka berikan kepada para pengguna jasa mereka. Sekali angkut upah yang didapat bervariatif, mulai dari Rp 2.000 – Rp 5.000. Berat beban dan jaraknya pun tidak ada ketentuannya. Yang terpenting para pengguna jasa memberikannya dengan ikhlas.

Dalam sehari, pendapatan masing-masing orang berbeda, kadang ada yang dapat Rp 40.000, bahkan ada yang hanya mendapat Rp 15.000. Yanti (53th) contohnya, dalam sehari kadang ia mendapat Rp 30.000, tapi itu belum dikurangi dengan ongkos untuk pulang-pergi ke rumahnya di Kulon Progo, sebesar Rp 15.000. Praktis ia hanya mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp 15.000 untuk makan keluarganya. Pada pukul 14.00, biasanya mereka pulang ke rumahnya masing-masing, lalu saat sore hari mereka kembali lagi ke pasar, dan pada pukul 21.00 mereka tidur di emperan toko sambil menunggu pasarnya buka.

Rata-rata usia mereka diatas 40 tahun, dan yang paling tua berusia 80 tahun. Tidak ada larangan batasan usia pada pekerjaan ini, karena tidak memerlukan pengetahuan atau keterampilan khusus. Yang penting fisik dan semangat yang kuat.

Jeratan ekonomi yang sulit membuat mereka rela melakukan pekerjaan yang terbilang “kasar” bagi kaum wanita ini, bahkan ada yang bertahan lebih dari 40 tahun menekuni pekerjaan ini. Di usia yang tidak bisa dibilang muda lagi, mereka masih tetap semangat memanggul beban yang ada di pundaknya, walaupun terkadang mereka terengah-engah ketika melewati tangga pasar.

Rasa cinta yang sangat besar terhadap pasar ini, melupakan resiko dan keuntungan dari pekerjaannya. Kebersamaan dan obrolan-obrolan seputar pasar dijadikan pemicu semangat dalam bekerja para wanita-wanita perkasa di Pasar Beringharjo.

[gallery type="slideshow" ids="83,79,78,77,76,75,74,73,72,71"]

No comments:

Post a Comment