Totalitas Mengamati Gerhana Matahari (tidak) Total di Bukit Pemancar
Hari ini, 9 Maret 2016 adalah peristiwa bersejarah bagi negara Indonesia, karena beberapa bagian wilayahnya dilewati oleh fenomena alam yang sangat langka, yaitu Gerhana Matahari Total. Maka dari itu Kementrian Pariwisata mengekspos dan merayakan besar-besaran kejadian ini dengan membuat beberapa event besar di wiayah yang dilewati gerhana untuk meningkatkan daya tarik kunjungan wisata di Indonesia.
Sayangnya saya tidak bisa ke tempat-tempat tersebut, karena waktu yang tidak memungkinkan. Untuk itu saya putuskan untuk mengamatinya di Bukit Pemancar di Kota Cilegon yang jaraknya tidak jauh dari rumah.
Pagi itu sekitar pukul 5.30 WIB saat masih cukup gelap, saya melaju menggunakan motor menuju Bukit Pemancar. Biasanya jalan dekat terowongan menuju Bukit Pemancar ditutup menggunakan portal, untungnya saat itu portalnya terbuka, jadi membawa motor sampai ke atas.
Di puncak bukit ini terdapat Tower pemancar TVRI dan sebuah kantor, maka dari itu dinamakan Bukit Pemancar. Selain itu bukit ini juga biasa digunakan untuk take off paralayang.
Hidetoshi Nakata & Shinji Kagawa |
Saat sampai di bukit, ternyata sudah ada beberapa orang di sana. Ada anak Mapala Krakatau yang sengaja camping di sini, ada trail runner yang mampir sebentar, dan ada juga penduduk setempat. Cukup banyak juga rupanya, karena hari ini bertepatan dengan hari libur memperingati Hari Raya Nyepi umat Hindu.
Tidak lama setelah sampai lokasi, saya langsung menyiapkan peralatan fotografi. Sengaja sebelumnya saya menyiapkan kacamata khusus untuk melihat gerhana matahari. Bentuk dan bahannya mirip Kacamata 3D yang dulu biasa dipakai untuk nonton Film di RCTI seperti serial kartun Remi, komedi situasi Gara-gara, dan Ada-ada Saja. Namun bagian lensanya berwarna hitam pekat yang tidak dapat digunakan untuk melihat kecuali untuk melihat matahari atau cahaya dari las.
Peralatan fotografi yang saya bawa tidak terlalu banyak, standar seperti pada biasanya, yaitu Kamera DSLR, lensa 18-200 mm, tripod, dan juga filter CPL. Sebenernya yang cocok digunakan adalah filter Neutral Density (ND) tapi sayangnya saya gak punya, jadi saya memanfaatkan filter dari kacamata gerhana dan juga kaca untuk mengelas.
Matahari jingga baru menampakkan wujudnya yang sempurna ketika saya baru sampai di lokasi. Garis lingkaran yang solid dan menyinari perairan menjadi daya tarik obyek fotografi. Jarang sekali saya bisa lihat matahari terbit yang bagus dari sini, karena biasanya selalu tertutup bukit dan posisinya bergeser sekian derajat.
Dari kejauhan di sebelah kanan yang menjulang terdapat Gunung Karang yang merupakan gunung tertinggi di Banten, di sisi tengah yang bentuknya agak menyerupai perahu itu adalah Gunung Pinang (lebih tepatnya bukit). Beruntung sekali hari ini cuacanya sangat cerah, dan matahari bisa puas menampakkan wujudnya tanpa terganggu awan mendung.
Suasana menjadi semakin seru ketika bayangan bulan yang berwarna hitam sudah mulai menutupi matahari. Hal itu bisa terlihat jelas dari kacamata gerhana ataupun dari kamera. Semua orang yang hadir tampak dengan seksama memperhatikan fenomena alam yang satu ini, semuanya takjub akan kebesaran Tuhan. Di samping itu juga terdengar sayup-sayup dari beberapa masjid di kampung sekitar suara yang menyerukan ajakan masyarakat untuk melakukan sholat gerhana.
Proses gerhana matahari ini berlangsung sekitar 40 menit, tapi sayangnya di daerah Cilegon gerhananya tidak total, sehingga saya tidak mendapatkan foto matahari yang seluruhnya tertutup bayangan bulan. Yahh, meskipun begitu tidak menyurutkan niat saya untuk melihat secara langsung dan mengabadikan fenomena alam bersejarah ini, karena pengalaman ini kelak akan menjadi cerita menarik bagi anak, cucu kita nanti.
No comments:
Post a Comment