Bencana Merapi Yang Membawa Rejeki
Pada Oktober 2010 lalu, Gunung Merapi (2.950 mdpl) di Sleman, D.I Yogyakarta dengan sukses memuntahkan isi perutnya ke wilayah selatan. Alhasil ratusan hektar perkebunan dan pemukiman penduduk rusak diterjang awan panas. Tempat tinggal, ladang, hewan ternak, dan harta benda lain serta ratusan korban jiwa melayang.
Kini tiga tahun telah berlalu sejak erupsi waktu itu. Material dari perut Merapi yang dimuntahkan kini tinggal berupa endapan pasir dan batu-batuan. Kali Gendol, Kali Kuning, dan Kali Opak kini bagaikan menjadi ladang perburuan harta karun bagi warga Cangkrinan dan Klaten.
Sebenarnya aktifitas yang dilakukan penambang ini termasuk legal, karena telah disahkan oleh Bupati Sleman, dengan alasan untuk mempercepat normalisasi sungai setelah erupsi. Namun saat ini surat keputusan tersebut telah habis masa berlakunya, dan tidak diperbaharui lagi.
Bagi warga Merapi menambang pasir merupakan cara mudah untuk mendapatkan uang, karena aktivitas dalam menambang pasir tidak memerlukan keterampilan khusus, cukup bermodalkan senggrong saja. Dalam sehari mereka bisa mendapatkan upah Rp 30.000 sampai Rp 90.000, tergantung dari banyaknya permintaan.
Selain menjadi sumber penghasilan, ternyata aktifitas penambangan pasir ini juga memiliki masalah dampak kerusakan lingkungan. Mulai dari rusaknya jalan desa karena hilir mudik truk-truk pengangkut pasir, sampai hilangnya kesuburan tanah dan bahaya longsor. Selain itu juga anak-anak di seputar Cangkringan banyak yang mengeluh mengalami infeksi saluran pernapasan.
Memang, pada setiap peristiwa pasti ada hikmahnya. Merapi, dari yang dahulu adalah sebuah bencana, kini menjadi sebuah berkah tersendiri bagi warga lereng Merapi. Tergantung bagaimana mereka mengelolanya dengan bijak dan memikirkan solusi atas dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
No comments:
Post a Comment