Akibat Terlalu Serius Menanggapi Foto Parodi Gunung di Sosial Media

Pengguna sosial media saat ini memang kejam, karena bisa seenaknya membully, menghujat melalui kolom komentar tanpa mencari tahu kebenarannya. Hal itu belakangan terjadi pada seorang instagramer dengan akun @meliapancarani. Fotonya yang berada di Puncak Mega, Gunung Puntang, Jawa Barat, tapi sedang memegang plang bertuliskan Puncak Mahameru 3676 mdpl beredar luas di sosial media. Hal itu dipermasalahkan karena di Puncak Mahameru yang sebenarnya tidak ada rumputnya, dan itu diperkuat dengan topi bertuliskan “Dieng” yang dikenakannya. Oleh kebanyakan orang, Melia dianggap bodoh, terlalu ambisius, melakukan penipuan, bahkan dianggap mencari sensasi belaka.

Tapi hal itu tidak terjadi pada saya, karena saat melihat pertama kali foto tersebut saya spontan langsung berkata,

“Anjritt, ini foto gokil banget idenya. Sumpahh kereen”.

Jujur, saya memang terkesan dengan idenya tersebut. Saya yakin bahwa apa yang dilakukan Melia Pancarani hanya untuk guyonan semata dengan mengekspresikannya melalui “karya” foto yang berbanding terbalik dengan kenyataan. Jadi, seolah-olah dia ingin melawan arus yang ada melalui foto satire-nya.

Satire adalah gaya bahasa untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Satire biasanya disampaikan dalam bentuk ironi, sarkasme, atau parodi. Parodi digunakan oleh Melia untuk memelesetkannya dalam bentuk visual yang sederhana namun menarik.

Sebenarnya saya juga memiliki ide yang sama dengan Melia, yaitu memindahkan “identitas” gunung ke gunung yang lainnya, karena masih ada orang yang beranggapan bahwa belumlah mencapai puncak jika belum foto dengan plang/triangulasi.

  Tidak cuma postingan dari orang personal saja yang mempermasalahkan foto tersebut. Tapi juga dari website Mapala UPN Jogja (http://www.mapalaupn.com/2015/12/heboh-foto-cewek-di-puncak-mahameru.html) yang membahasnya hingga 3 postingan. Lucunya, mereka meminta bantuan “pakar” Photoshop untuk menganalisa foto tersebut, daaaann…hasilnya…menurut mereka foto tersebut adalah hasil rekayasa intelektual. Waaww !!!

Saya memang bukan ahli Photoshop, bukan pula pakar telematika, apalagi metafisika. Hanya penikmat seni fotografi. Menurut saya yang awam ini, foto tersebut asli, meskipun baru dilihat sekilas juga nampak asli, bukan digital imaging.

Saat foto Melia di-repost oleh @mountainparody dan @id_pendaki banyak timbul komentar negatif dari instagramer. Dari situ saya cukup gerah dan greegett untuk membahas masalah ini. Karena saya juga pernah jadi “korban”, padahal di situ jelas-jelas tertulis PARODI, namun orang-orang malas membaca dan mencernanya, lalu jadilah komentar negatif bersahutan.

Setelah itu saya mencoba menghubungi @meliapancarani melalui DM di instagramnya untuk melakukan kroscek dengan meminta foto-foto asli yang di permasalahkan itu. Setelah saya analisa foto yang Hi-res tidak ada kejanggalan manipulasi, semua tampak normal. Bahkan Melia juga mengirimkan foto temannya yang juga memegang plang Mahameru tersebut dan juga ingin membuktikan bahwa ia pernah ke Mahameru di foto yang lain. Meskipun jika ternyata ada manipulasi foto, buat saya tidak jadi masalah, karena itu konsepnya dia, salah satu bentuk ekspresi humor lewat foto.


 Saat ini banyak sekali pengguna sosial media yang gemar melakukan aktifitas petualangan alam bebas. Tapi banyak juga dari mereka yang malas membaca dan berpikir melalui sisi yang berbeda. Selalu melihat dan menilainya secara negatif dan mudah menyebarkan berita tanpa diketahui kebenarannya.

Saya sungguh miris terhadap orang-orang demikian. Karena percuma sering bertualang naik gunung, traveling ke mana-mana, tapi pemikirannya masih sempit dan kaku kayak kanebo kering. Smartphone itu diciptakan untuk membuat penggunanya menjadi lebih pintar, bukan sebaliknya. Janganlah mudah terprovokasi, dan jangan hujat orang yang tidak bersalah. Menikmati hidup dan bersosialisasi itu jangan selalu serius. Jika dirimu mudah emosi dan selalu berpikir/berkomentar negatif terhadap foto parodi, berarti anda….Kurang Piknik !Karena yang tersurat belum tentu tersirat secara visual.



Semoga berkenan :)



16 comments:

  1. wah iya ya kurang piknik. senang banget menyebar kebencian di sosmed. salut deh kakak sudut pandangnya. kayaknya kakak banyak piknik nih

    ReplyDelete
  2. Setuju bang dgn pemikirannya 👍 joozzz

    ReplyDelete
  3. Makasihh...sebenernya saya juga kurang piknik...lebih tepatnya kurang sering diajakin piknik T_T

    ReplyDelete
  4. wah, saya sudah dapat dari peng-HoakS ke sekian. tapi tetep saja tidak saya anggep serius.. hehehe...

    ReplyDelete
  5. Ya harusnya memang begitu, tidak mudah terprovokasi :)

    ReplyDelete
  6. Saya setuju dengan postingan ini. Apa salahnya bercanda?

    ReplyDelete
  7. Mungkin gak punya selera humor :p

    ReplyDelete
  8. Kayak foto ala ala gt ya sebenernya. Misalkan fotonya di pantai yang ada resort apung ala Maldives, tapi di captionnya ditulis Maldives ala ala.

    Well sebenernya ga ada salahnya si kl bikin joke gt. People just respond waaay waaay terlalu berlebihan, atau mungkin sense of humour mereka ga sampai kesana, makanya diseriusin hihi

    ReplyDelete
  9. Entahlah kalo dibilang "ala-ala", karena saya gak ngerti istilah itu :D. Kalo di ranah seni itu bisa masuk seni kontemporer atau kekinian.

    ReplyDelete
  10. Ohh,,jadi foto ini yg sedang viral di beberapa medsos pendakian gunung.mungkin kekurangan si pemilik foto ga menuliskan caption 'joke'

    ReplyDelete
  11. Iya, meskipun gak dikasih keterangan "joke" harusnya bisa melihat dari sisi lain dan tidak terprovokasi, soalnya ini postingnya udah lama banget :)

    ReplyDelete
  12. Mereka yang menertawakan itu amat sangat jauh berbeda dengan yang tertawa bersama hahahaha dan orang2 yang berfikir negatif untuk mencela itu cuma sampah dan hanya memiliki 1pandangan saja 😊😊😊 hidup mereka tak asik

    ReplyDelete
  13. Sukaa bgt ma postingan ini, melihat dr sudut pandang berbeda, luv u deh bang hehehe salam kenal

    ReplyDelete
  14. Iyaa, makasihh, salam Pramuka ! ^_^

    ReplyDelete